Pedoman Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders- IV (DSM-IV) sering digunakan sebagai gold standar untuk diagnosis klinis demensia. Kriteria ini termasuk adanya gangguan memori dan tidak adanya salah satu dari gangguan kognitif, seperti afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan fungsi eksekutif.
DSM-V (2013) juga digunakan untuk menegakkan diagnosis demensia. Domain kognitif yang diperiksa meliputi atensi kompleks serta fungsi eksekutif, seperti merencanakan sesuatu, mengambil keputusan, memori kerja, fleksibilitas mental, dan sebagainya. Juga akan diperiksa fungsi pembelajaran dan memori segera, memori jangka panjang, dan pembelajaran implisit. Kemampuan berbahasa secara ekspresif dan reseptif, serta pemeriksaan domain kognitif lainnya.
Secara keseluruhan, demensia tidak mudah didiagnosis karena banyaknya gejala yang bisa saja mengindikasikan penyakit sejenis. Biasanya akan dilakukan tes kognitif dan neuropsikologis,pemeriksaan neurologi, pemindaian pemeriksaan darah, pemeriksaan cairan tulang belakang, serta tes psikiatrik.
Pada pasien demensia progresif yang sudah terdiagnosis, keparahan pasien tersebut bisa digolongkan menjadi 5 tahap. Tahap pertama, kemampuan fungsi otak penderita masih dalam tahap normal. Tahap kedua, penderita mulai mengalami penurunan kemampuan fungsi otak, tetapi masih mampu hidup mandiri.
Tahap ketiga, penderita mulai kesulitan beraktivitas dan melakukan pekerjaan sehari-hari, tetapi masih dalam intensitas ringan. Tahap keempat, pasien demensia sering kali memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan kegiatan sehari-harinya. Tahap kelima, terjadi penurunan fungsi otak pasien secara drastis dan tidak bisa hidup mandiri.