Karena infertilitas melibatkan suami dan istri, maka infertilitas primer bisa terjadi pada wanita, pria, atau kombinasi keduanya. Penyebab infertilitas pada wanita meliputi masalah vagina. Infeksi pada vagina dapat menyebabkan infeksi lanjut pada portio, serviks, endometrium, bahkan sampai ke tuba, sehingga menyebabkan gangguan pergerakan sel telur dan penyumbatan tuba yang dapat menghambat konsepsi (terjadinya pembuahan). Gangguan pada vagina juga menyulitkan penetrasi penis. Dengan lingkungan vagina yang sangat asam, secara nyata dapat mengurangi daya hidup sperma.
Selain vagina, gangguan serviks atau leher rahim juga berperan pada infertilitas. Lebih lanjut, gangguan pada uterus, seperti polip endometrium, adenomiosis, mioma uterus atau leiomioma, bekas kuretase, dan abortus septik, dapat mengganggu implantasi, pertumbuhan, nutrisi, serta oksigenisasi janin.
Sumbatan di tuba faloppi merupakan penyebab terbanyak infertilitas. Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat infeksi, pembedahan tuba, atau adhesi yang disebabkan oleh endometriosis atau inflamasi. Apabila terjadi masalah dalam saluran reproduksi wanita, maka dapat menghambat pergerakan ovum ke uterus, mencegah masuknya sperma, atau menghambat implantasi ovum yang telah dibuahi.
Masalah pada ovarium yang dapat memengaruhi infertilitas yaitu kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis, atau riwayat pembedahan yang mengganggu siklus ovarium.
Sedangkan pada pria, infertilitas bisa dicetuskan karena masalah pada pembentukan sperma (spermatogenesis) yang abnormal, motilitas (gerakan) sperma yang rendah, kelainan anatomi, gangguan endokrin, dan sebagainya.
Penyakit kronis seperti diabetes juga bisa menyebabkan banyak komplikasi dan menyebabkan disfungsi seksual. Begitu pun dengan penggunaan obat-obat tertentu, seperti beta bloker yang memiliki efek samping menurunkan fungsi seksual.
Faktor lain pada pria yang menyebabkan gangguan fungsi seksual dan menyebabkan infertilitas adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, stres, nutrisi yang tidak tercukupi, asupan alkohol berlebihan, dan penggunaan nikotin.
Selain gangguan atau masalah pada pria dan wanita, interaksi keduanya juga berperan penting dalam proses kehamilan. Frekuensi berhubungan yang tidak memadai, waktu berhubungan yang buruk, perkembangan antibodi terhadap sperma pasangan, dan ketidakmampuan sperma untuk melakukan penetrasi ke sel telur mampu menjadi faktor-faktor yang harus diperhatikan sebagai penyebab infertilitas.
Sedangkan penyebab infertilitas sekunder meliputi usia, gaya hidup, dan masalah yang timbul akibat dari kejadian tertentu, misalnya melahirkan dengan operasi Caesar, dapat menyebabkan jaringan parut yang mengarah pada penyumbatan tuba. Masalah lain yang juga berperan dalam reproduksi yaitu ovulasi tidak teratur, gangguan pada kelenjar pituitary, dan penyumbatan saluran sperma.
Kesuburan wanita secara mutlak dipengaruhi oleh proses-proses fisiologis dan anatomis. Proses fisiologis berasal dari sekresi internal yang memengaruhi kesuburan. Dalam hal ini, kesuburan wanita merupakan 1 unit psikosomatis yang selalu dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor psikis dan faktor organis atau fisis.
Kesulitan-kesulitan psikologis ini berkaitan dengan koitus dan kehamilan, yang biasanya mengakibatkan ketidakmampuan wanita menjadi hamil. Penelitian kedokteran menemukan bahwa peningkatan kadar prolaktin dan kadar Lutheinizing Hormon (LH) berhubungan erat dengan masalah psikis. Kecemasan dan ketegangan cenderung mengacaukan kadar LH, serta kesedihan dan murung cenderung meningkatkan prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat mengganggu pengeluaran LH dan menekan hormon gonadotropin yang memengaruhi terjadinya ovulasi.
Pasangan suami-istri yang mengalami infertilitas sering kali mengalami perasaan tertekan, terutama pihak wanita, yang akhirnya dapat menimbulkan depresi, cemas dan lelah yang berkepanjangan. Perasaan yang dialami para wanita tersebut timbul sebagai akibat dari hasil pemeriksaan, pengobatan, dan penanganan yang terus-menerus tidak membuahkan hasil.
Hal inilah yang mengakibatkan wanita merasa kehilangan kepercayaan diri serta perasaan tidak enak terhadap diri sendiri, suami, keluarga, ataupun lingkungan tempat wanita itu berada. Padahal, wanita yang rileks lebih mudah hamil dibandingkan dengan wanita yang selalu dalam keadaan stres.